Sejarah Koperasi



EKONOMI KOPERASI



ALINDA HAPSARI AYUPUTRI
3DF01
50214865


Pembahasan :
● Sejarah

Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah :
  • Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
  • Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
  • Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
  • Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
  • Kemandirian
  • Pendidikan perkoperasian
  • Kerjasama antar koperasi
I. Sejarah Koperasi di Indonesia
Sejarah koperasi pada awalnya dimulai pada abad ke-20 . Pada umumnya sejarah koperasi dimulai dari hasil usaha kecil yang spontan dan dilakukan oleh rakyat kecil. Kemampuan ekonomi yang rendah mendorong para usaha kecil untuk terlepas dari penderitaan .Secara spontan mereka ingin merubah hidupnya.
Di Indonesia  ide - ide perkoperasian diperkenalkan oleh, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 yang mendirikan sebuah Bank untuk para Pegawai Negeri. Karena semangat yang tinggi perkoperasian pun selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.
Pada tahun 1908, Dr. Sutomo mendirikan Budi Utomo . Dr Sutomo sangat memiliki peranan bagi garakan koperasi untuk memperbaiki dan mensejahtrakan kehidupan rakyat.
Pada tahun 1915 dibuat peraturan-peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatiev.
Pada tahun 1927 dibentuklah Serikat Dagang Islam. Dengan tujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi para pengusah-pengusaha pribumi. pada tahun 1929 berdiri Partai Nasional Indonesia yang memberikan dan memperjuangkan semangat untuk penyebaran koperasi di Indonesia.
Pada tahun 1942 negara Jepang menduduki Indonesia.Lalu jepang mendirikan koperasi yang diberi nama koperasi kumiyai.
Setelah bangsa Indonesia merdeka tanggal 12 Juli 1947. Gerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi pertama kalinya di Tasikmalaya.Hari itu kemudian ditetapkanlah sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Kongres Koperasi pertama menghasilkan beberapa keputusan :
                        1. Mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia [SOKRI]
                        2. Menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
                        3. Menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Pada tanggal 12 Juli 1953, mengadakan kembali Kongres Koperasi yang ke-2 di Bandung. Kongres koperasi ke -2 mengambil putusan :
1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia  (Dekopin) sebagai pengganti SOKRI.
2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah.
3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru.

Pelaksanaan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan :
                        1. Menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutam koperasi
                        2. Memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
                       3.Memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil.

II. PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
PERKEMBANGAN KOPERASI DALAM SISTEM EKONOMI TERPIMPIN
Peraturan konsep pengembangan koperasi secara misal dan seragam dan dikeluarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
(1) Menyesuaikan fungsi koperasi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol RI tanggal 17 Agustus 1959, dimana koperasi diberi peranan sedemikian rupa sehingga kegiatan dan penyelenggaraannya benar-benar dapat merupakan alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia, sendi kehidupan ekonomi bangsa Indonesia dan dasar untuk mengatur perekonomian rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak dalam susunan masyarakat adil dan makmur yang demokratis.
(2) Bahwa pemerintah wajib mengambil sikap yang aktif dalam membina Gerakan Koperasi berdasarkan azas-azas demokrasi terpimpin, yaitu menumbuhkan, mendorong, membimbing, melindungi dan mengawasi perkembangan Gerakan Koperasi.
(3) Bahwa dengan menyerahkan penyelenggaraan koperasi kepada inisiatif Gerakan Koperasi sendiri dalam taraf sekarang bukan saja tidakk mencapai tujuan untuk membendung arus kapitalisme dan liberalism, tetapi juga tidak menjamin bentuk organisasi dan cara bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang sebenarnya.

III. PERKEMBANGAN KOPERASI PADA MASA ORDE BARU
Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut ;
1.            Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
a. menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
b. menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemrniannya.

2.   a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hokum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Panvcasila yang adil dan makmur di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.

3.            Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani “. Di bidang idiil, koperasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah untuk menyusun perekonomian rakyat berazaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan yang merupakan cirri khas dari tata kehidupan bangsa Indonesia dengan tidak memandang golongan, aliran maupun kepercayaan yang dianut seseorang. Kiperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional dilaksanakan dalan rangka dalam rangka politik maupun perjuangan bangsa Indonesia. Menurut pasal. 3 UU No. 12/1967, koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata azas kekeluargaan. Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa “ koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang yang sebagai manusia secara bersamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat”.

Penyebaran Organisasi Koperasi Modern
                  Organisasi koperasi terdapat hampir di semua negara industri dan negara berkembang. Pada mulanya organisasi tersebut tumbuh di negara-negara industri  di Eropa Barat, namun kemudian setelah adanya kolonialisme di beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, koperasi juga tumbuh di negara-negara jajahan. Setelah negara-negara jajahan mengalami kemerdekaan, banyak negara yang memanfaatkan koperasi sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kesejahteraan. Bahkan koperasi dijadikan sebagai salah satu alat pemerintah dalam melaksanakan kebijakan pembangunan.
            Koperasi modern didirikan pada akhir abad ke-18 terutama sebagai jawaban atas masalah-masalah social yang timbul selama tahap awal Revolusi Industri. Perubahan-perubahan yang berlangsung saat itu terutama disebabkan oleh perkembangan ekonomi pasar dan penciptaan berbagai persyaratan pokok dalam ruang lingkup di mana berlangsung proses industrialisasi serta modernisasi perdagangan dan pertanian yang cepat. Industri yang mula-mula bercorak padat karya berubah menjadi padat modal dan produksi yang mula-mula dilaksanakan berdasarkan pesanan berubah menjadi produksi untuk kebutuhan pasar (produksi massa), bukan hanya pasar dalam negeri dan pasar di negara-negara Eropa tetapi juga pasar di daerah jajahan. Perubahan ini membawa dampak terhadap berbagai kalangan masyarakat, ada yang diuntungkan tetapi ada juga yang dirugikan. Mereka yang paling menderita selama tahap-tahap awal perubahan struktur ekonomi perindustrian yang demikian cepat, terhadap pada berbagai lapisan masyarakat, terutama di Inggris di mana  golongan kaum buruh yang semakin besar di kota-kota harus menghadapi masalah pengangguran, tingkat upah yang rendah, hubungan perburuhan dan syarat-syarat kerja yang jelek, dan tanpa jaminan social. Selain itu, tukang-tukang dan para pengrajin kecil harus menderita karena kalah dalam bersaing dengan perusahaan yang berskala besar dan tumbuh dengan cepat, dan para petani kecil yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya harus menghadapi masalah-masalah pelik selama proses pengintegrasiannya ke dalam ekonomi pasar yang sedang berkembang.
            Pelopor-pelopor organisasi koperasi dari Rochdale misalnya, telah memberikan andil yang cukup besar dalam perkembangan koperasi. Aturan-aturan yang mulanya disusun hanya sekedar petunjuk tentang bagaimana seharusnya suatu pokok koperasi konsumen yang baik diorganisasi dan dijalankan oleh para anggotanya sendiri kemudian menjadi Prinsip-prinsip Koperasi Rochdale yang dijadikan dasar kegiatan oleh berbagai koperasi di dunia. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
            a. Keanggotaan yang bersifat terbuka (open memberships and voluntary)
            b. Pengawasan secara demokratis (democratic control)
            c. Bunga yang terbatas atas modal (limited interest of capital)
            d. Pembagian SHU yang sesuai dengan jasa anggota (propotional distribution of surplus)
          e. Penjualan dilakukan sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara tunai (trading in cash)
           f. Tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama dan politik (political, racial, religious netrality)
           g. Barang-barang yang dijual harus merupakan barang-barang yang asli, tidak rusak atau palsu (adulted goods forbiden to sell)
            h. Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan (promotion of education
            Prinsip-prinsip tersebut ternyata menjadi petunjuk yang berguna bagi pembentukan koperasi konsumen yang hidup dalam keadaan serupa. Namun dalam perkembangan berikutnya, prinsip-prinsip koperasi yang dipelopori oleh koperasi Rochdale berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi di mana koperasi tersebut berkembang. Dewasa ini bahkan banyak norma atau nilai-nilai suatu bangsa dijadikan sebagai salah satu prinsip koperasi yang harus dilaksanakan.
            Di Jerman, Herman Schulze-Delitzsch (1808-1883) adalah orang pertama yang berhasil mengembangkan sebuah organisasi koperasi bagi perintisan dan penegembangan secara bertahap pada organisasi koperasi kredit perkotaan. Demikian pula koperasi-koperasi pengadaan sarana produksi di kalangan para pengrajin, yang kemudian diterapkan di kalangan para pedagang kecil dan kelompok-kelompok mata pencarian yang lain. Ia menekankan agar prinsip menolong diri sendiri (self-help), prinsip pengurus/mengelola sendiri (Self-management) dan mengawasi sendiri (self-control) yang dilakukan oleh para anggota merupakan sendi-sendi dasar organisasi-organisasi koperasi. Dari sendi-sendi dasar ini kemudian dikembangkan prinsip identitas pada koperasi (identity principles) yang memberikan ciri khusus organisasi koperasi (identity criterian) yang membedakan koperasi dari organisasi lainnya.
         Konsepsi Schulze-Delitzsch kemudian dikembangkan oleh Raiffeisen yang mencoba mengembangkan koperasi kredit di Jerman. Raiffeisen memulai pertama-tama memprakasai pembentukan-pembentukan koperasi kredit yang berdasarkan solidaritas dan tanggungan tidak terbatas yang dipikul oleh para anggota koperasi itu, dan dituntun berdasarkan prinsip menolong diri sendiri, mengurus/mengelola sendiri dan mengalami sendiri.
            Di negara-negara jajahan penyebaran organisasi modern telah dilakukan terutama karena nilai-nilai koperasi sesuai dengan kebutuhan saat itu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau untuk dijadika alat penguasa colonial dalam mengumpulkan hasil kekayaan pribumi. Berbagai prakarsa untuk mengembangkan organisasi koperasi khususnya koperasi pertanian telah dilakukan beberapa negara jajahan Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Pemerintah Kolonial sering kali menghindari perkembangan-perkembangan organisasi koperasi modern yang diprakarsai oleh penduduk setempat, kecuali di daerah-daerah di mana tinggal para petani Eropa, yang membentuk koperasi di kalangannya sendiri, dan juga di daerah-daerah di mana terdapat hubungan antara koperasi dan pergerakan kemerdekaan (misalnya di Indonesia dan di Kenya). Ini dilakukan terutama karena para penjajah khawatir koperasi dijadikan ajang politik penduduk pribumi untuk menentang kolonialisme.
            Selama periode 1950-1970, penyebaran dan pertambahan jumlah koperasi modern terjadi di banyak negara berkembang. Pemerintah dari negara-negara di Afrika yang baru merdeka, demikian pula pemerintah di negara-negara di Asia dan Amerika Selatan mulai mendorong pembentukan organisasi koperasi dan memanfaatkannya sebagai sarana pembangunan di bidang pertanian. Sejumlah kesimpulan dari rekomendasi telah dikeluarkan oleh organisasi-organisasi Internasional mengenai peranan penting yang dapat dimainkan oleh organisasi koperasi dalam pembangunan social ekonomi dan mengusulkan pemerintah-pemerintah untuk mendorong perintisan dan pengembangan organisasi-organisasi swadaya.
            Mengingat kebanyakan pengetahuan dari masyarakat yang baru merdeka masih sangat rendah, maka pembangunan koperasi pada saat itu dilakukan dengan dua pola, yaitu pola umum dan pola pemerintah (di Indonesia disebut pola KUD). Kedua pola tersebut mempunyai sasaran yang sama yaitu menciptakan koperasi sebagai organisasi otonom. Pola umum dilakukan dengan cara menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat dalam mendirikan dan mengelola koperasi. pola pemerintah ini dilakukan melalui beberapa tahap, pada tahap pertama pemerintah memegang peranan utama dalam perintisan organisasi koperasi dan membantu organisasi tersebut agar dapat tumbuh dengan kuat. Pada tahap kedua, pemerintah mencoba mengurangi bantuannya bila koperasi tersebut telah menunjukkan kemajuannya dan mempunyai kemampuan  untuk berkembang ke arah kemandirian. Bila koperasi telah mampu mandiri, maka tahap berikutnya adalah pemerintah harus benar-benar menghentikan bantuannya dan membiarkan organisasi koperasi untuk hidup secara otonom. Tahap-tahap tersebut sering disebut tahap ofisialisasi, tahap deofisialisasi dan tahap otonom. Pada tahap otonom diharapkan sasaran pengembangan koperasi lewat pola pemerintah bertemu dengan pola umum, artinya koperasi sebagai organisasi otonom dapat terbentuk.
            Namun sejak awal tahun 70-an pula, organisasi-organisasi koperasi menjadi sorotan utama dalam berbagai kritik. Kritik-kritik tersebut adalah : (Hanel, 1989)
           a. Dampak terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari organisasi koperasi, khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan sumbangan dalam mengatsi kemiskinan dan dalam mengubah struktur kekuasaan sosial politik setempat bagi kepentingan golongan masyarakat yang miskin.
           b. Jasa-jasa yang diberikan oleh organisasi koperasi sering kali dinilai tidak efisien dan tidak mengarah pada kebutuhan anggotanya, bahkan sebaliknya hanya memberikan manfaat bagi para petani besar yang telah maju dan kelompok-kelompok tertentu.
             c. Tingkat efisiensi perusahaan-perusahaan koperasi rendah (manajemen tidak mampu, terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme, dan lain-lain)
         d. Tingkat ofisialisasi yang sering kali terlalu tinggi pada koperasi-koperasi (khususnya koperasi pertanian), ditandai oleh adanya pengawasan dan dukungan/bantuan pemerintah yang terlalu besar, struktur pengambilan keputusan dan komunikasi sering kali memperlihatkan struktur yang hampir sama dengan strategi pengembangan koperasi pada instansi-instansi pemerintah dan lembaga-lembaga semi pemerintah, ketimbang sebagai suatu organisasi swadaya yang otonom, partisipatif dan berorientasi pada anggota.
           e. Terdapat kesalahan-kesalahan dalam pemberian bantuan pembangunan internasional dan khususnya kelemahan-kelemahan pada strategi pembangunan pemerintah yang diterapkan untuk penunjang organisasi-organisasi koperasi.

IV. PERKEMBANGAN KOPERASI PADA MASA REFORMASI
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasiyang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasakeuangan, pelayananinfrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomiselain peluang untuk memanfaatkan potensisetempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah.
Dalam hal ini konsolidasi potensikeuangan, pengem­bangan jaringaninformasiserta pengembangan pusat inovasi dan teknologimerupakan kebutuhan pendukung untuk kuat­nya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendo­rong pengem­bang­an lembaga penjamin kredit di daerah. Pemusatan koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk dilakukan pada tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga arus dana menjadi lebih seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah (masyarakat setempat).
Fungsi pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga likuiditas juga dapat memainkan peran pengawasan dan perbaikan manajemen hingga pengembangan sistem asuransi tabungan yang dapat diintegrasikan dalam sistem asuransi secara nasional. Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jatidirinya akan menjadi agenda panjang yang harus dilalui oleh koperasi di Indonesia.
Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air yang merupakan tulang punggung gerakan pemberdayaan ekonomi rakyat.


DAFTAR PUSTAKA

Ekonomi Koperasi, Hendar dan Kusnadi
  
     




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL USAHA SANDWICH GORENG

5 Produk Kewirausahaan

TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI